SEJARAH PEMINATAN X SEMESTER GENAP [ LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN SEJARAH ; HEURISTIK DAN KRITIK/VERIFIKASI & NTERPRETASI/EKSPALANASI DAN PENULISAN SEJARAH/HISTORIGRAFI ]
KEGIATAN PEMBELAJARAN 1
LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN SEJARAH ; HEURISTIK DAN
KRITIK/VERIFIKASI
1. Heuristik
Langkah
pertama di dalam penelitan sejarah adalah heuristic, namun demikian sebelum melangkah
ke tindakan heuristik itu peneliti harus terlebih dahulu sudah mengetahui topik
atau tema apa yang akan menjadi objek penelitiannya. Topik dipilih berdasarkan
dua pertimbangan, yaitu kedekatan emosional dan kedekatan intelektual.
Kedekatan emosional adalah hubungan pribadi antara peneliti dengan objek yang
ditelitinya. Misalnya, seorang peneliti yang lahir dan tinggal di Jakarta akan
lebih bagus menulis sejarah kota Jakarta daripada peneliti yang tinggal di luar
kota. Kemampuan intelektual adalah tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh
seorang peneliti terhadap objek yang ditelitinya. Misalnya, seorang ahli
sejarah tentang sosial-ekonomi tidak akan mempunyai pengetahuan yang mendalam
tentang perkembangbiakan tanaman. Jadi, sebuah penelitian harus dilakukan oleh
orang yang ahli dibidangnya.
Setelah
mengetahui topik atau tema penelitian, maka peneliti dapat menggunakan
langkah-langkah-langkah atau proses metodologis penelitian sejarah. Langkah pertama
adalah Heuristik. Heuristik berasal dari bahasa Yunani, heurikein yang berarti
menemukan. Dalam kegiatan penelitian sejarah, heuristic berarti kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan menghimpun
jejak[1]jejak masa lalu
berupa sumber-sumber sejarah
Berdasarkan
cara memperolehnya sumber-sumber sejarah itu dapat berupa sumber primer dan
sumber sekunder, yaitu :
Ø
Data primer, yaitu sumber
yang datang langsung dari sumber pertama. Sumber primer dapat berupa keterangan
langsung dari pelaku dan saksi sejarah, dokumen asli, laporan atau catatan,
foto, benda peninggalan, film, dan artefak.
Berbagai data primer mengenai peristiwa sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945. (1) Tulisan tangan Naskah teks proklamasi; (2) Naskah Teks Proklamasi yang diketik oleh Sayuti Melik; (3) Ir. Soekarno tengah membaca teks Proklamasi kemerdekaan Indonesia, pada hari Jumat sekitar jam 10 pagi di Jl Pegangsaan Timur 56 Jakarta; (4) Pengibaran bendera Merah Putih; (5). Coretan-coretan di dinding-dinding tembok bertema proklamasi kemerdekaan yang dilakukan oleh para pemuda pejuang 1945
Ø
Sumber
sekunder,
yaitu informasi yang diperoleh dari pihak kedua seperti buku teks, Koran,
majalah, ensiklopedi, tinjauan penelitian, dan referensi-referensi lain.
Berdasarkan
bentuknya, sumber sejarah terdiri dari :
v
Sumber tulisan, yaitu sumber berbentuk tulisan yang mengandung
informi tentang suatu peristiwa sejarah. Contoh, prasasti, naskah, buku,
dokumen tertulis, arsip, Koran, dan internet.
v
Sumber benda, yaitu sumber sejarah berbentuk artefak atau
hasil-hasil budaya yang ditinggalkan langsung dari zamannya. Contoh, peralatan
penunjang kegiatan manusia sehari-hari, senjata, fosil, pakaian, serta
bangunan-bangunan bersejarah.
v
Sumber lisan, yaitu keterangan-keterangan yang diperoleh dari
pelaku dan saksi sejarah. Contoh, rekaman pidato, video, hasil wawancara.
Untuk melacak
sumber-sumber tersebut, sejarawan harus dapat mencari di berbagai tempat
seperti di perpustakaan dan kantor arsip atau mengunjungi situs-situs sejarah
di internet.
Beberapa
masalah yang kerap muncul terkait sumber sejarah yang sudah didapatkan adalah :
§
Sumber sudah sangat tua
§
Sumber tidak boleh sembarangan dibaca (pada daerah tertentu yang
boleh membacanya hanya orang-orang tertentu)
§
Kesulitan dalam memahami bahasa yang digunakan
§
Lebih banyak menggunakan tulisan angan (sumber tua)
§
Sumber masih tertutup (batas dibukanya sumber sekitar 25 tahun
2.
Verifikasi
menguji
keaslian dan keabsahan data. Proses ini lazim disebut verifikasi atau kritik
sumber. Setiap sumber harus diuji keaslian dan keabsahannya karena setiap
sumber dapat saja dipengaruhi oleh prasangka, kondisi ekonomi, dan iklim
politik saat penelitian berlangsung. Pengujian dilakukan dengan membandingkan,
memilah, menghubung[1]hubungkan
antar data, demi mendapatkan data yang relevan dan paling mendekati kebenaran.
Dalam tahapan
kritik sumber atau verifikasi ini, terdapat dua cara melakukan kritik sumber,
yaitu:
1.
Kritik
eksternal,
yaitu kritik terhadap keaslian informasi atau dokumen seperti bahannya (dokumen
dengan tulisannya) dan orangnya (pelaku dan saksi). Keaslian dokumen
diverifikasi tidak hanya terbatas pada sumber tertulis saja, tetapi juga
terhadap sumber benda (seperti artefak), penjelasan pelaku atau saksi sejarah
yang sering disebut sebagai sejarah lisan, dan lain-lain.
Kritik eksternal dilakukan menyangkut pertanyaan-pertanyaan :
v
Apakah gaya bahasa dan penulisan sesuai dengan periode waktu waktu
terjadinya peritiwa sejarah. Apakah gaya
yang sama juga terlihat pada tulisan-tulisan lain dari penulis yang sama.
v
Apakah ada bukti bahwa penulis memperlihatkan ketidaktahuan
terhadap hal atau peristiwa yang seharusnya sudah diketahui
v
Apakah penulis melaporkan hal, peristiwa, atau tempat yang
seharusnya belumdapat diketahui selama periode perbuatan tulisan tersebut
Kritik
eksternal dalam hal keaslian data terkait dengan pertanyaan-pertanyaan berikut:
v
Apakah data awal telah diubah, baik secara sengaja maupun tidak
sengaja dengan menyalinnya ?
v
Apakah dokumen itu asli atau Salinan ?
v Jika tanggal dan penulis data tidak diketahui, apakah ada petunjuk internal yang menunjukkan asal mulanya ?
2.
Kritik
internal
Kritik internal adalah kritik atau verifikasi terhadap
kredibilitas atau keterpercayaan data; jadi menyangkut isi informasi, apakah
dapat dipercaya atau tidak. Dalam hal ini seorang pernulis harus bersifat
objektif dan netral dalam menggunakan data yang telah diperoleh sehingga
peristiwa sejarah itu terjamin kebenarannya. Kritik internal umumnya terkait
erat dengan keabsahan (validitas) dan makna data. Dalam hal keabsahan data,
kritik internal menggunakna pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
Ø
Apa yang dimaksudkan penulis dengan setiap kata atau pertanyaan
dalam data
Ø
Seberapa jauh penulis dapat
dipercaya
Ø
Bagaimana menafsirkan (interpretasi) kata-kata yang digunakan
penulis
Data sejarah
atau bukti-bukti sejarah yang telah melewati verifikasi kemudian menjadi fakta
sejarah. Ditinjau dari sifatnya, fakta sejarah dapat dikategorikan dalam dua
jenis:
1.
Fakta keras (hard fact), yaitu fakta yang telah diterima
kebenarannya atau fakta yang sudah pasti dan tidak perlu untuk diperdebatkan
lagi. Contoh, pada 17 Agustus 1945 Soekarno - Hatta atas nama bangsa Indonesia
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia
2.
Fakta lunak (soft fact), yaitu fakta yang masih memerlukan bukti
lebih kuat lagi untuk diyakini kebenarannya. Contoh, loksi pusat kerajaan
Sriwijaya yang sampai saat ini masih belum dapat dipastikan dengan benar dan
diskusi tentanf hal ini masih terus berlangsung.
Ditinjau dari
wujudnya, fakta dapat dibedakan menjadi :
1.
Fakta mental, yaitu fakta yang bersifat abstrak seperti perasaan,
pandangan, keyakinan, dan kepercayaan. Contoh, gambaran atau pandangan para
bangsawan terhadap nilai-nilai tradisi seperti memberi sesaji, mencuci pusaka
keraton pada saat[1]saat
tertentu, dan melakukna ritual pemujaan terhadap penguasa Laut Selatan.
2.
Fakta sosial, yaitu konteks hubungan antar manusia dan situasi
masyarakat pada saat peristiwa terjadi. Contohnya, bagaimana kondisi sosial
masyarakat Majapahit ketika Prabu Hayam Wuruk menjadi raja. Lembaga-lembaga
apasaja yang berfungsi sebagai pengatur masyarakat. Bagaiman araja mengatur
kehidupan beragama warganya.
KEGIATAN
PEMBELAJARAN 2
LANGKAH-LANGKAH
PENELITIAN SEJARAH ; INTERPRETASI/EKSPALANASI DAN PENULISAN
SEJARAH/HISTORIGRAFI
1.
Interpretasi
(Analitis dan Sintetis)
Interpretasi adalah penafsiran suatu peristiwa atau memberikan
pandangan teoritis terhadap suatu peristiwa sejarah berdasarkan fakta yang ada.
Fakta-fakta sejarah itu kemudian disusun sehingga menjadi rangkaian yang
berhubungan selaras dan masuk akal.
Ada dua macam interpretasi, yaitu :
a.
Interpretasi analitis, yaitu menguraikan semua sumber yang ada.
Menganalisis beberapa kemungkinan yang terkandung dalam suatu sumber sejarah.
Misalnya, dalam dokumen yang berisi daftar anggota wajib militer suatu negara.
Dalam daftar tersebut terdapat sejumlah nama yang menunjukkan kekhasan daerah
tertentu. Berdasarkan daftar tersebut dapat dianalisis bahwa anggota wajib
militer itu berasal dari berbagai daerah di negara tersebut.
b.
Interpretasi sintetis, yaitu menyatukan semua sumber yang ada.
Beberapa yang ada dikelompokkan menjadi satu dengan generalisasi konseptual.
Misalnya, data tentang pertempuran, rapat-rapat, mobilisasi masa, penggantian
pejabat, serta penurunan dan pengibaran bendera. Interpretasi sintetis dari data-data
tersebut menghasilkan fakta bahwa telah terjadi revolusi.
Proses
interpretasi dan penyusunan fakta bersifat selektif karena tidak mungkin semua
fakta dimasukkan ke dalam cerita. Fakta yang dipilih adalah fakta yang relevan
dengan topik penelitian. Interpretasi terhadap fakta sering menyebabkan
perbedaan dalam penulisan sejarah, sebab pada tahap ini muncul subjektvitas.
Perbedaan interpretasi sering disebabkan oleh :
a.
Adanya pandangan yang berbeda di kalangan sejarawan
b.
Wawasan atau pengetahuan yang terbatas
c.
Ketertarikan yang berbeda
d.
Perbedaan idiologi
e.
Perbedaan kepentingan kelompok
f.
Latarbelakang sosial yang berbeda
g.
Perbedaan tujuan penulisan
Tahap
interpretasi adalah tahap yang paling rawan bagi timbulnya biasa dalam cerita
sejarah. Disinilah integritas seorang sejarawan dipertaruhkan. Guna
menghasilkan interpretasi yang baik, ada beberapa hal yang harus dimiliki oleh
seorang peneliti, antara lain keterampilan dalam membaca sumber. Keterampilan
ini mencakup kemampuan dalam menafsirkan makna bahasa yang digunakan pada
sumber, khususnya sumber tertulis. Misalnya, dokumen yang digunakan berbahasa
Jawa Kuno atau berbahasa Belanda. Untuk dapat menginterpretasi isi dokumen itu,
seorang peneliti harus mengetahui struktur bahasa Jawa Kuno dan struktur bahasa
Belanda karena struktur bahasa pada masing-masing bahasa mempunyai karakter
tersendiri.
2.
Historiografi
Historiografi berasal dari bahasa latin historiographia : historia
berarti sejarah, narasi ; dan graphia berarti penulisan.
Pada tahap historiograpi, fakta-fakta yang telah dikumpulkan
dikritik dan diinterpretasi kemudian disajikan dalam bentuk tulisan yang logis,
sistematis, dan bermakna. Menulis cerita sejarah bukan sekedar menyusun dan
merangkai fakta-fakta hasil penelitian tetapi juga menyampaikan ide, gagasan,
serta emosi kita melalui interpretasi sejarah. Oleh karena itu dibutuhkan
kecakapan dan kemahiran dalam menulis.
Menurut sifatnya, terdapat dua model penulisan historiografi,
yaitu :
a.
Historigrafi diskriptif-naratif, yaitu penulisan sejarah hanya
berisi barasi kronologisfakta peristiwa yang telah diinterpretasikan tanpa ada
suatu analisis yang lebih mendalam terhadap peristiwa tersebut. Jadi model ini
bersifat informatif. Menurut R.Moh.Ali, dalam model penulisan diskriptif-naratif
ini, rangkaian kejadian dan peristiwa dibuat berjajar dan berderet-deret
(kronologis) tanpa menjelaskan latar belakangnya, kesalingterkaitan peristiwa,
serta hubungan sebab akibat di antaranya.
b.
Historiografi deskriptif-eksplanatif atau deskritif-argumentatif,
yaitu narasi peristiwa diberi bobot tambahan, yaitu analisis peristiwa.
Analisis itu terutama berfokus pada hubungan sebab akibat (kausalias) serta
dampak peristiwa bagi generasi pada peristiwa itu terjadi serta bagi generasi
setelahnya.
Untuk
menambah ketajaman dan bobot analisis sejarah, dewasa ini pendekatan
interdisipliner yang melibatkan ilmu-ilmu sosial sangat diperlukan. Pendekatan
ini terutama untuk penelitan serta model penulisan sejarah
diskriptif-eksplanasi. Ilmu-ilmu sosial itu diantaranya sosiologi, antropologi,
psikologi, ekonomi, geografi, dan demografi.
Penggunaan
ilmu-ilmu sosial ini hanya sebagai ilmu bantu dalam rangka mempertajam analisis
bukan untuk dijadikan sejarah sebagia ilmu sosial. Sebab tidak seperti
ilmu-ilmu sosial,peristiwa sejarah itu bersifat diakronis (memanjang dalam
waktu atau bekesinambungan dan dalam ruang yang terbatas atau sempit) dan
idiografis (unik). Bedasarkan cakupan temanya, para sejarawan membagi
historigrafi menjadi :
a.
Historiografi sejarah dunia, yaitu suatu peristiwa yang terjadi
dapat mempengaruhi perkembangan dunia internasional. Misalnya, karya yang
berjudul From World to Cold War.;Churchill, Roosevelt, and the Internastional
History of the 1940’s, karya David Reynolds
b.
Historiografi Sejarah regional, yaitu suatu peristiwa yang dapat
dirasakan oleh kawasan tertentu, atau suatu peristiwa yang terjadi dapat
mempengaruhi perkembangan di wilayah tertentu.contoh, historiografi yang
berjudul Asia Tenggara dalam Kurun Waktu 1450-1680, oleh ASnthoni Reid.
c.
Historiografi sejarah nasional, yaitu sejarah yang dapat dirasakan
oleh suatu negara atau dapat mempengaruhi tatanan kehidupan bangsa dan negara.
Contoh, historiografi karya M.C. Ricklefs yang berjudual Sejarah Nasional
Indonesia Modern1200-2008
d.
Historiografi Sejarah local, yaitu peristiwa yang terjadi hanya
berpengaruh pada suatu daerah tertentu saja dan tidak menyebar ke daerah
lainnya. Conoth, historiografi karya Robert B. Cribb yang berjudul Gejolak
Revolusi di Jakarta 1945-1949.
Selanjutnya,
perkembangan historiografi di Indonesia dibagai menjadi:
a.
Historiografi
tradisional.
Historiografi tradisonal adalah tradisi penulisan sejarah setelah
masyarakat Indonesia mengenal tulisan,baik pada zaman Hindu dan Budha maupun
Islam. Hasil tulisan sejarah pada masa itu disebut naskah. Contoh historiografi
tradisional adalah Babad Tanah Jawi, Babad Kraton, Babad Diponegoro, Hikayat
Hang Tuah, Hikayat Raja-Raja Pasai, Hikayat Silsilah Raja Perak, Hikayat Tanah
Hitu, dan Kronik Banjarmasin. Adapun sifat-sifat penulisan historiografi
tradisional adalah :
v
Istana sentris, yaitu penulisan sejarah untuk kepentingan kerajaan
(raja dan keluarganya) yang dominan ditampilkan atau dituliskan. Kehidupan yang
digambarkan seolah-olah hanya untuk kalangan istana dan sekitarnya. Kebanyakan
historiografi tradisional kuat dalam silsilah tetapi lemah dalam hal kronologis
dan detail-detail biografi.
v
Feodalisme sentris, yaitu penulisan yang menggambarkan kehidupan
para bangsawan feodal, tidak membicarakan peran masyarakat, segi-segi sosial,
dan ekonomi dari rakyatnya
v
Religi magis, yaitu penulisan sejarah yang dihubungkan dengan kepercayaan
dan hal-hal yang gaib
v
Tidak membedakan hal-hal yang khayal dan hal-hal yang nyata
v
Sumber datanya sulit ditelusuri kembali bahkan terkadang mustahil
untuk dibuktikan
v
Besifat region sentris (kedaerahan) , yaitu penulisan sejarah
banyak dipengaruhi oleh factor kedaerahan. Misal tentang cerita gaib dan magic
yang terjadi di daerah itu
v
Raja atau pemimpin dianggap mempunyai kekuatan gaib dan 19olonial
yang tinggi, bertuah dan sakti Tujuan penulisan sejarah tradisional adalah
untuk menghormati dan meninggikan kedudukan raja.
b.
Historiografi
Kolonial
Historiografi colonial merupakan penulisan sejarah warisan para
penjajah. Penulisan peristiwa dilakukan untuk kepentingan colonial. Penulisan,
lebih menjolkan peran bangsa Belanda serta memberi tekanan pada aspek politik
dan ekonomi. Kata-kata yang mereka gunakan sangat merugikan bangsa Indonesia,
misal untuk menyebut perlawanan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia dengan
kata pemberontak.
Berikut ciri-ciri historiografi colonial:
Ø
Bersifat mitologis
Ø
Mengangung-agungkan peran orang-orang Belanda, semua peristiwa
dilihat dari sudut pandang bangsa colonial.
Ø
Mengabaikan sumber local
Ø
Bersifat diksriminatif
Ø
Bersifat Eropasentris, yaitu menceritakan aktivitas bangsa-bangsa
Eropa-Belanda di Hindia-Belanda.
Ø
Meninggikan kehebatan bangsa k20olonial dengan tujuan melemahkan
semangat perjuangan rakyat Indonesia
Contoh historiografi colonial; Beknopt Leerboek Gerschiedenis van
Nederlandsch Oos Indie Karya A.J.Eijkman dan F.W. Stapel, Schets eener
Economische Geschiedenis van Bederlands-Indie karya G.Gonggrijp, Geschiedenis
ban den Indischen Archipel karya B.H.M. Vlekke, Geschiedenis van Indonesie
karya H.J. de Graaf, dan History of Java (1817) karya Thomas S. Raffles.
c.
Historiografi
Modern
Historiografi modern muncul akibat tuntutan ketepatan teknik untuk
mendapatkan fakta[1]fakta
sejarah. Fakta sejarah didapat melalui penetapan metode penelitian, memakai
ilmu[1]ilmu
bantu, adanya teknik pengarsipan, dan rekonstruksi melalui sejarah lisan. Masa
ini dimulai dengan munculnya studi sejarah kritis, yang menggunakan
prinsip-prinsip metode penelitian sejarah. Contoh historiografi modern adalah
Pemberontakan Petani Banten 1888 karya Sartono Kartodirdjo dan Revolusi Pemuda
karya Benedict Anderson.
Historiografi modern tentunya berkembang sesuai dengan zaman.
Historiografi masa kini sudah semakin objektif dan kritis terhadap satu
peristiwa sejarah. Adapun ciri-cirinya adalah:
a.
Bersifat metodologis: sejarawan diwajibkan menggunakan
kaidah-kaidah ilmiah.
b.
Bersifat kritis historis: artinya dalam penelitian sejarah
menggunakan pendekatan multidimensional.
c.
Sebagai kritik terhadap historiografi nasional: lahir sebagai
kritik terhadap historiografi nasional yang dianggap memiliki kecenderungan
menghilangkan unsur asing dalam proses pembentukan keindonesiaan.
d.
Munculnya peran-peran rakyat kecil Meskipun demikian,
historiografi modern tidak lepas dari berbagai kelebihan dan kekurangan,
seperti:
Kelebihan Kekurangan |
Kelebihan Kekurangan |
Mengubah
pandangan religiomagis dan kosmologis menjadi pandangan yang bersifat
empiris- ilmiah |
Belum mampu
menjelaskan sejarah secara optimal |
Menggunakan
penulisan sejarah kritis |
Cenderung
kurang fleksibel sebab terlalu terpaku pada metode ilmiah |
Cenderung
kurang fleksibel sebab terlalu terpaku pada metode ilmiah |
Belum tentu
bertujuan untuk meningkatkan rasa nasionalisme, terkadang hanya terfokus pada
tujuan akademis |
Menggunakan
dinamika masyarakat Indonesia dari berbagai aspek kehidupan |
|
Menggunakan
pendekatan multidimensional |
|
Tidak ada komentar